Dusun Agraris bernama Jerukan
Menggeliat dari devisa para TKW, tetapi hingga saat ini dusun Jerukan masih berbasis pertanian. Sebagian besar warga dusun adalah petani, bahkan perantau seperti TKW-pun masih bercita-cita untuk memiliki tegal atau sawah yang luas berikut rojokoyonya sebagai gantungan hidup di hari tua nanti.
Letak Jerukan berada persis dipinggir bulak sawah, sehingga merupakan tempat transit bagi petani yang mau bekerja di sawah. Di pinggir sawah terdapat warung ndeso dengan menu utama "sego pecel" yang menjadi jujugan bagi petani yang ingin sarapan sambil ngerumpi dan nyeruput secangkir kopi. Sawah di dekat dusun Jerukan itu ber-irigasi teknis walaupun dengan tingkat kesuburan bervariasi. Bulak yang luasnya "hanya" sekitar 200 hektar tersebut harus dibagi menjadi beberapa blok yaitu nJerukan sendiri, Cempo, Nggadang, mBanyutowo, Ngendut, nJeblog dan Tawang. Bisa dibayangkan bulak sesempit itu harus menghidupi ratusan KK dari beberapa dusun tunggal deso, tangga deso satu kecamatan sampai lain deso dan lain kecamatan. Kesuburan sawah itu pun bukan yang terbaik, karena terdiri dari tanah sedimen yang mudah merembeskan air maupun unsur hara yang diperlukan tanaman, solum-nya pun tidah terlalu dalam.
Jelas bulak sawah Jerukan tidak bisa dijadikan satu-satunya gantungan kehidupan warga sekitarnya. Hasil sawah sebagian besar hanya cukup untuk konsumsi sehari-hari, sedangkan untuk kemewahan harus mencari sumber lain. Maka di dusun ini kalau-pun ada orang kaya atau juragan (tingkat lokal) pastilah beliau sebagai petani yang “selingkuh” artinya punya “sampingan” atau "nyambi" misalnya jadi pedagang entah itu hasil bumi, rojokoyo atau harta benda lain yang bisa diperjual-belikan.
Hasil pertanian tradisional dusun Jerukan adalah padi. Dengan tanam “gadu” petani paling tidak bisa panen 2 kali setahun. Selain padi, petani bisa menanam polowijo seperti kedele, singkong, sayuran atau tanaman lain yang cocok ditanam di musim kemarau. Sesekali sawah juga bisa ditanami tebu baik berupa tebu rakyat atau Tebu Rakyat Intensifikasi yang merupakan pengganti sistem geblagan “tebu pabrik”. Bila panen tebu rakyat dijual ke pabrik lewat tengkulak atau digiling sendiri menjadi gula lèmpèr.
Akibat hujan “turunnya suka-suka” alias sering “salah mongso” supply air dari telaga Ngebel jadi tak menentu. Sehingga di musim kemarau aliran irigasi tidak lagi lancar, air menjadi komoditi langka yang tidak jarang menjadi sumber percekcokan bahkan pertumpahan darah antar petani. Tapi.. justru langkanya air itu bagi sementara orang malah menjadi peluang bisnis baru yakni usaha penyewaan pompa air tenaga diesel untuk menaikkan air dari kali atau sumur dangkal. Sebenarnya eksploitasi air tanah tanpa perencanaan seperti itu potensial merusak keseimbangan tata air secara keseluruhan, tetapi itu upaya maksimal yang bisa dilakukan petani...
Bertani tidak mesti di sawah, karena lahan pekarangan sekitar rumah warga-pun juga bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Namun karena air yang tersedia hanya di musim hujan, budidaya pekarangan ini tidak pernah diusahakan secara intensif. Yang dibudidayakan–pun hanya tanaman-tanaman yang minim pemeliharaan misalnya tanaman tahunan seperti kelapa, pisang dan buah-buahan lainnya. Ada juga tanaman "semusim" yang nerguna sebagai ganjel perut dikala “paceklik” seperti uwi, suweg, ganyong dan garut. Namun ada contoh sukses petani Jerukan yang mampu pergi ke Mekah hanya dari hasil pekarangan yakni, kencur, sehingga namanya-pun disebut sebagai “Haji Kencur”..... tapi itu hanya cerita masa lalu.
Ada saluran irigasi sekunder (saluran II) yang mengalir di dusun ini, namun airnya harus harus mengaliri juga bulak-bulak lainnya. Memanfaatkan aliran air saluran itu, ada "segaran" (kolam besar) ikan milik pemerintah dan penduduk yang berada di sekitarnya. Ikan yang diternakkan adalah gurami, emas, tawes, mujair dan lele. Dulu setiap awal musim kemarau saluran sekunder selalu ditaburi bibit ikan karena selalu penuh air sepanjang kemarau. Ketika musim hujan tiba, saluran itu dikeringkan dengan menutup alirannya di bendungan Gombal Mlilir, nah ... pada saat itu ikan-ikan tawes dan emas seukuran telapak tangan akan menggelepar ke sana ke mari di sungai bersamaan dengan surutnya air. Penduduk di sepanjang aliran saluran irigasi berbondong-bondong dengan serok, cikrak, pecak bahkan jala. Dan itu merupakan saat "pesta" bagi warga dusun Jerukan...
<< Home